SUARACELEBES.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi menjemput paksa Ketua DPR RI, Setya Novanto di rumahnya di Jl Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017) tadi malam sekitar pukul 22.44 Wita.
Penjemputan paksa Setya yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar itu setelah beberapa kali mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan E-KTP yang ditaksir merugikan negara senilai triliunan rupiah.
Hanya saja proses penahanan belum dilakukan pihak KPK hingga berita ini diturunkan, Kamis 16 November, dini hari.
Namun kediaman Setnov masih ramai. Tidak hanya dari kalangan penyidik KPK melainkan sejumlah elite DPP Golkar yang juga kolega Setnov di DPR RI tampak berada di lokasi.
“Memang ada penyidik KPK yang datang. Tapi yang ada dirumah (Setnov) hanya istri dan pembantunya termasuk sejumlah pengurus Golkar karena kita lagi ada agenda rapat partai,” kata Wakil Ketua Dewan Pakar DPP Golkar, Mahyuddin dalam keterangan persnya ke awak media.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif secara tegas beberapa waktu lalu menyampaikan, pihaknya akan mengambil langkah tegas kepada Setnov dengan dijemput paksa jika bersangkutan tidak kooperatif memenuhi panggilan KPK.
“Sejak awal kita sudah ingatkan jika tidak mau dipaksa, Setya Novanto harus menghormati pemanggilan ketiga,” tegas Laode.
Pemanggilan Setya menurut Laode dalam posisinya sebagai saksi untuk tersangka kasus korupsi e-KTP, Anang Sugiana Sudiharja (ASS).
“Berdasarkan hukum, KPK bisa memanggil dengan paksa seperti itu,” ujar Laode.
Seperti diketahui, KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka pada Jumat (10/11/2017).
Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.
Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Pasal yang disangkakan terhadap Novanto adalah Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (*)