SUARACELEBES.COM, MAKASSAR – Seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin HM Idris Buyung mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negri Makassar, dengan para tergugat yakni Majelis Hakim yang menyidangkan perkara perdatanya bersama seorang notaris Hendrik Yauri.
HM Idris Buyung selaku pihak penggugat tidak menerima adanya putusan hakim yang memenangkan Hendrik Yauri, dan menanggap majelis hakim telah melanggar pasal 1365 berupa perbuatan mafia hukum.
Adapun ketiga hakim tersebut sebagaimana yang diurai oleh Ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara, Kemal Tampubolon yaitu Ketua Pengadilan Tinggi Makassar, Machmud Rachimi, dua orang hakim Pengadilan Negri Bonar Harianja dan Kristijan P Djati.
“Seharusnya agenda hari ini mendengarkan isi gugatan, namun ada beberapa tergugat tidak hadir sehingga kami tunda tiga pekan kedepannya,” tukas Kemal sesat usai membuka sidang.
Sementara itu, kuasa hukum ketiga hakim, Muhammad Faisal Silenang, mengatakan kliennya digugat dengan isi gugatan perbuatan melanggar hukum pasal 1365, perbuatan mafia hukum yang dilakukan oleh notaris Hendrik Yauri, yang disebutnya sebagai dalang.
“Klien kami digugat karena menyidangkan perkara sengketa lahan/bangunan yang terjadi antara penggugat Idris Buyung dengan Hendrik Yauri. Sidang itu berlangsung sekitar tahun 2014 lalu,” ungkap Faisal
Menurut Faisal, Idris menggugat hakim karena menganggap isi putusan para hakim pada perkaranya dengan Hendrik Yauri di atas, menyalahi jabatan atau wewenang hakim sebagai perbuatan melanggar hukum dan zalim.
“Jadi ada uraian khusus untuk hakim Bonar dan Kristijan digugat karena pertimbangan hukum yang dikeluarkan pada putusan kasus sengketa antara penggugat dan Hendrik tidak memenangkan penggugat. Sementara untuk ketua PT digugat karena mengeluarkan putusan banding menguatkan putusan PN dinilai juga ikut arus mafia,”urai Faisal.
Sementara itu, Andi Fasman Herman yang juga selaku kuasa tergugat, mengatakan secara yurisprudensi dan ilmu hukum, kesalahan hakim dalam melaksanakan tugas peradilan tidak dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana tertuang pada Pasal 1365 BW.
Hal ini lanjut Fasman karena menurut Undang-undang pokok kekuasaan Kehakiman No. 4 tahun 2004 telah diatur tentang upaya-upaya hukum terhadap putusan hakim.
“Disamping itu ditinjau dari aspek hukum Tata Usaha Negara terhadap sistem dan struktur Badan Peradilan tersebut adalah tidak membenarkan adanya tanggungjawab negara atau pemerintah terhadap putusan hakim yang salah dan tidak benar,” ujar Faisal.
Selain itu berdasar atas asas kebebasan hakim, dimana negara, pemerintah atau Mahkamah Agung tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan hakim dalam menjalankan tugas peradilannya. “Oleh karena itu PN Makassar seharusnya tidak berwenang mengadili gugatan dan gugatan harus ditolak secara keseluruhan,” tegasnya.