Laporan: Ardiansyah K (Jurnalis Warga)
SUARACELEBES.COM, BANTAENG – Saya dan dua rekan saya Junaedi dan Rahmat Saleh mulai panik. Hari sudah mulai gelap, Kamis, 07 Januari 2021. Jarum jam menunjukkan pukul 17.34 WITA, belum ada tanda-tanda kami akan mendapatkan tempat isolasi mandiri (isoman). Kami bertiga memang dinyatakan terinfeksi corona dan harus menjalani isolasi mandiri.
“Kita tidak boleh patah semangat untuk mencari tempat isoman,” kata Junaedi sambil menghubungi sejumlah teman. Selain sibuk mencari tempat isoman, kami juga bertanya-tanya, di mana tertular Covid-19, padahal tak pernah keluar kota. Hanya saja, kami bertiga memang kerap keluar masuk RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng demi mendampingi masyarakat yang tidak mampu untuk mendapatkan fasilitas kesehatan gratis.
Sejak dinyatakan terinfeksi Covid-19 oleh pihak puskesmas kota, kami disarankan agar menjalani isoman di rumah masing-masing, karena hotel yang menjadi fasilitas pemerintah untuk pasien Covid-19 belum buka.
Namun, Junaedi takut isoman di rumahnya karena memiliki seorang anak yang masih balita. Ia takut anaknya ikut tertular. Selain itu, ia juga takut virus corona tersebut menular kepada masyarakat sekitar. Akhirnya kami memutuskan untuk mencari tempat isoman bersama-sama dan terpisah dari aktivitas masyarakat sekitar. Dengan begitu, kami juga bisa saling menghibur di tempat isoman tersebut.
“Kita harus isoman di satu tempat, bertiga, agar bisa saling menghibur dan tidak stress selama menjalani karantina 14 hari ke depan,” kata Junaedi setelah mengetahui dirinya terinfeksi virus corona.
Saat itu kami kumpul di halaman kantor Balang Institute bersama dengan teman-teman yang tidak terinfeksi virus corona. Tapi, mereka tetap menjaga jarak agar tidak tertulari. Seorang rekan kami di Balang Institute, Ilham Majid, menghubungi Ramli, rekan kami lainnya, melalui sambungan telepon. Ilham menyampaikan bahwa kami bertiga terinfeksi virus corona, namun belum mendapatkan tempat untuk karantina mandiri.
Akhirnya, kabar baik pun datang. Ramli menawarkan tempat isoman untuk kami bertiga di Kompleks Mis As-Salam Bungung Pandang, Desa Papan Loe, Kec. Pa’jukukang. Tempat tersebut adalah Sekolah Dasar (SD) yang ia bangun sejak 2011. Tapi karena pandemi Covid-19 sehingga siswa diliburkan. Jadi bisa ditempati untuk karantina.
Fasilitas tempat isoman yang disediakan adalah ruangan kelas yang berukuran 9×8 meter, satu ruangan kantor guru yang di dalamnya ada dapur untuk memasak mereka selama karantina, juga terdapat dua WC (water closet) yang sekaligus kamar mandi. Di dalam ruangan disiapkan tempat tidur yang terpisah, juga disediakan tiga meja dan kursi agar kami bisa menggunakanya untuk bekerja dan membaca buku.
Selain ruangan tempat tinggal, juga ada lapangan yang berukuran 30×30 meter persegi untuk berolahraga dan menjemur pakaian. Kawasan yang ditempati isoman dikelilingi tali rafia berwarna merah dengan penanda di pohon yang bertuliskan “Area Isolasi Mandiri”.
“Tempat isoman sudah ada, sekarang yang harus kita pikirkan untuk teman-teman yang tidak terinfeksi virus corona saling membagi tugas dalam menyediakan kebutuhan mereka saat karantina. Ada yang bertugas memastikan keadaannya mereka selama 14 hari kedepan, hingga menyiapkan kebutuhan makanannya,” sambung Ilham memberi arahan.
Sehari menjalani isoman, kami melakukan berbagai kegiatan, mulai memasak, mengepel lantai, dan menjemur tempat tidur masing-masing. Kegiatan tersebut kami lakukan setiap hari.
Pada malam pertama di tempat isoman, kondisi kesehatan saya memburuk. Saya terserang demam, tubuh lemas. Selama 2 hari 2 malam hanya bisa terbaring, makan pun tidak enak. Tapi berkat dukungan dari teman-teman membuat saya memaksakan diri untuk makan agar tidak semakin lemas.
Memasuki malam ketiga, masyarakat sekitar berdatangan untuk menjenguk kami. Mereka datang tanpa mempedulikan dirinya yang bisa saja ikut tertular corona, tak ada yang memakai masker dan alat pelindung diri (APD) lainnya. Penampilan mereka tidak menandakan takut dengan corona. Selain menjenguk, mereka juga membawakan kami buah pisang, beras, dan sayur-sayuran untuk dimasak. Saat masyarakat datang, saya mencoba menguatkan diri untuk bangun dari tempat tidur dan ikut bergabung walaupun badan lemas
Sebenarnya, masyarakat di daerah ini kebanyakan tidak percaya dengan pandemi Covid-19. Edaran pemerintah saja mereka abaikan, seperti, memakai masker dan menjaga jarak. “Corona itu tidak ada, hanya pemerintah yang buat-buat,” kata Wiranto, salah seorang warga Dusun Bungung Pandang.
“Saya tidak percaya bahwa corona itu ada, karena biar tidak adaji sakit ta na bilang ji orang corona. Kayak kitami,” Wiranto membeberkan argumentasinya.
Kami menjalani 5 hari isoman di Kompleks Mis As-Salam Bungung Pandang, hari ke-6 petugas kesehatan datang menjemput, kami dibawa ke hotel karantina yang disiapkan pemerintah. Selama menjalani isoman Wiranto dan warga sekitar saling bergantian membesuk kami dan membawakan berbagai macam buah dan bahan makanan lainnya. Bahkan saat menjalani karantina di hotel yang disediakan pemerintah kiriman buah dan kue masih berdatangan.
Saya tidak menemukan cara yang pas untuk menyampaikan terima kasih dan rasa bahagia menerima perhatian dan uluran tangan yang tulus dari warga dan teman-teman di komunitas. Postingan Rachmat Saleh di status WhatsApp-nya mungkin mewakili perasaan saya.
“Besar kecilnya usaha teman-teman, tentu merepotkan untuk membantu dan menyokong kami. Satu sisi, hal ini justru membuat kami semangat untuk lekas sembuh. Kawan-kawan dan masyarakat sebenarnya tidak hanya mengirim atau membelikan kami bahan makanan, kami juga menerima doa dan kiriman semangat dari mereka,”.
Semoga pandemi ini cepat berlalu dan kita akan menyongsong hari-hari dengan bergandeng tangan, memastikan saling bantu dan saling jaga.(*)