SUARACELEBES.COM, MAKASSAR- Lembaga kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) tak salah menobatkan Ichsan Yasin Limpo (IYL) sebagai tokoh peduli pengungsi di Indonesia.
Selain punya perhatian dan kepedulian tinggi untuk misi kemanusiaan, IYL yang kini mengabdi sebagai ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Sulsel, memiliki berbagai terobosan dan solusi menangani pengungsi di dunia, terutama di Indonesia.
Solusi penanganan pengungsi tersebut, disampaikan panjang lebar oleh mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini, saat menerima perwakilan UNHCR yang tertarik melakukan Kerjasama dengan PMI Sulsel, Rabu (13/09/17).
Di depan perwakilan UNHCR, IYL yang juga pelopor pertama pendidikan gratis di Indonesia, mengurai bagaimana memanusiakan pengungsi di negara “transit” sebelum berlabuh ke negara ketiga.
“Saya sampaikan ke perwakilan UNHCR, bahwa mereka harus berani keluar sedikit dari SOP-nya selama ini dalam mengatur pengungsi. Kenapa? Agar pengungsi tidak menjadi beban di negara transit dan negara ketiga,” papar IYL menyampaikan hasil pertemuannya, Kamis (14/09/17).
Menurut dia, sangat penting bagi UNHCR keluar sedikit dari protapnya, agar bisa menjalin keejasama dengan organisasi kemanusiaan lokal, maupun organisasi pemberdayaan. Seperti PMI, Karang Taruna, atau organisasi kemasyarakatan lainnya.
“Kerjasama seperti ini penting, agar UNHCR bisa bersinergi dengan organisasi tersebut dalam memberikan kemampuan profesional kepada pengungsi, agar mereka punya bekal masuk ke negara ketiga. Sebab selama ini, UNHCR hanya menanggung pengungsi selama beberapa bulan. Akhirnya, tidak sedikit negara menolak. Karena setelah itu dianggap sebagai beban,” papar IYL.
Olehnya itu, para pengungsi mesti ditangani untuk kepentingan berkepanjangan. Salah satu caranya, memberikan pembekalan khusus kepada mereka, agar punya keterampilan yang dibutuhkan negara tujuan.
Seperti melatih mereka menjadi juru masak, pemeliharaan taman atau soal kebersihan. Sebab di negara-negara maju, biaya pembantu rumah tangga sangat mahal. Sehingga jika ada pengungsi punya keahlian tersebut, warga setempat pasti membutuhkannya.
“Para pengungsi itu juga harus diberikan pembekalan atau pelatihan menjadi pendamping lansia dan perawat. Karena di negara-negara maju, mereka berpikir mengambil pendamping lansia atau perawat dengan alasan sangat mahal. Nah, ketika ada pengungsi punya kemampuan seperti ini, saya yakin penduduk di Negara tersebut akan menggunakan jasanya. Apalagi jauh lebih murah gajinya,” tambah IYL.
Hanya saja, untuk pembekalan seperti ini mesti dilatih secara serius oleh pihak yang punya keahlian khusus di bidang tersebut. Sebab, pendampingan lansia punya cara tersendiri. Begitu pula dengan perawat mesti paham tentang kesehatan.
“Cuma untuk menjadi pendamping lansia, dan perawat itu harus menjalani tes kesehatan dan psikologi terlebih dahulu. Biasanya tidak semua bisa lolos di tes ini. Tetapi kalau mereka sudah lolos dan punya kemampuan dalam mendampingi lansia atau menjadi perawat di rumah tangga, saya sangat yakin mereka akan dibutuhkan,” jelasnya.
Selain itu, UNHCR mesti mengubah cara menangani pengungsi di negara transit. Sebab selama ini, para pengungsi “diatur” yang kesannya ekslusif dengan masyarakat sekitar di negara transit.
Bagi Ichsan, disinilah UNHCR harus mampu menjalin kerjasama dengan organisasi kemanusiaan atau pemberdayaan lokal. Sehingga, di kegiatan sosial, para pengungsi ikut dilibatkan. Misalnya dalam hal kerjabakti bersama, dan lainnya.
“Misalnya di Makassar ada program soal lorong, para pengungsi ini bisa ikut dilibatkan. Akhirnya pemerintah ikut terbantu, dan bukan justru membebani,” kata IYL yang tak lain mantan Bupati Gowa dua periode.
Pemberdayaan pengungsi, lanjut IYL, bisa berjalan efektif jika UNHCR keluar sedikit dari protap yang ada selama ini. Pasalnya, pelatihan pembekalan dan kerjasama dengan organisasi lokal, sejauh ini belum diatur secara detail di UNHCR, termasuk soal penganggarannya.
Diketahui, IYL yang dinobatkan sebagai peduli pengungsi, pernah mempelopori pembekalan ke pengungsi berbagai negara di Indonesia untuk diberikan pembekalan khusus di Makassar dan Bali. Biaya pembekalan yang tak sedikit itu, rupanya dibiayai sendiri oleh IYL melalui zakat harta keluarganya yang dikumpulkan.
Seperti diberitakan, UNHCR tertarik melanjutkan kerjasama dengan PMI di bawah kepemimpinan IYL, karena menganggap punya perhatian lebih dalam hal penanganan pengungsi di Indonesia.(*)