SUARACELEBES.COM, TORAJA– Menjelang Pilgub Sulsel 2018, sederet kampanye negatif menyasar Nurdin Halid-Aziz Qahhar Mudzakkar (NH-Aziz). Setelah NH diserang dengan isu korupsi lama, giliran Aziz yang digempur dengan isu sesat yang menjurus ke SARA.
Di Toraja, Aziz dituding akan melakukan islamisasi terhadap non-muslim bila nantinya terpilih. Serangan kampanye negatif massif dilakukan menyusul elektabilitas NH-Aziz yang semakin berkibar dan tidak terkejar oleh para rivalnya.
Isu islamisasi yang dialamatkan terhadap Aziz jelas menyesatkan. Musababnya, pasangan NH tersebut dikenal sangat mengedepankan toleransi dalam beragama.
Munculnya isu sesat diduga disebarkan oknum tidak bertanggung jawab untuk menggerus elektabilitas NH-Aziz. Diduga isu itu dilemparkan ke publik Toraja karena melihat Aziz sebagai muslim yang taat. Ditambah lagi jejak historis sang ayah, Kahar Muzakkar yang pernah memimpin Gerakan DI/TII.
Ihwal Gerakan DI/TII yang dikomandoi oleh Kahar Muzakkar yang juga dituduh melakukan islamisasi di Toraja pun sebenarnya keliru.
Meski ingin mendirikan negara berlandaskan azas Islam, Kahar Muzakkar bukanlah orang yang memaksakan agamanya kepada orang lain. Sayangnya, terjadi distorsi sejarah sehingga banyak kisah yang memberikan gambaran lain. Cerita pembodohan terkait islamisasi oleh Kahar Muzakkar pun diulang di Toraja tatkala sang anak ingin bertarung di Pilgub Sulsel.
Tidak semua warga Toraja percaya isu islamisasi itu, terkhusus bagi mereka yang cerdas dan memahami sejarah.
Salah satunya Pradyan Rizky Londong Allo alias Iin, cucu dari Puang MA Rondong Allo, yang mengaku telah mendapatkan penjelasan gamblang dari sang kakek.
Dikatakan dia, isu islamisasi atau pemaksaan agama Islam hanyalah pembodohan bagi publik Toraja. “Sebenarnya sebagian orang Toraja selama ini dibodoh-bodohi oleh isu DI/TII. Saya katakan itu sesuai apa yang disampaikan kakek almarhum Puang MA Londong Allo,” kata Iin, Ahad, 8 Oktober.
Berdasarkan cerita sang kakek, selama Gerakan DI/TII menguasai Toraja di bawah kendali Kahar Muzakkar, tidak ada yang memaksakan ajaran agama Islam.
Hanya saja, pimpinan-pimpinan DI/TII bersikap tegas terhadap warga Toraja yang memeluk agama Islam untuk tidak lagi memelihara babi. Pasalnya, babi merupakan hewan yang haram bagi umat Islam.
“Jadi masyarakat Toraja yang sudah memeluk agama Islam wajib hukumnya tidak memelihara babi. Nah, ini mohon diluruskan,” tutur Iin.
Berdasarkan catatan sejarah, meski Kahar Muzakkar bergabung dalam DI/TII, namun tidak selamanya ia setuju dengan paham Kartosoewirjo yang menginginkan Indonesia menjadi negara kesatuan di bawah payung Islam. Ia cenderung menginginkan Indonesia sebagai negara federal sehingga azas Islam tidak perlu diterapkan di seluruh wilayah negara.
“Jadi kalau ada lagi masyarakat Toraja yang disuguhi isu seperti ini, itu murni gerakan politik yang ingin menggagalkan NH-Aziz menjadi pemimpin di Sulsel. Padahal, dua tokoh ini paling menjanjikan perubahan untuk Sulsel,” kata Iin. (*)