SUARACELEBES.COM, MAKASSAR – Upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel yang meminta agar warga penerima ganti rugi lahan dalam proyek pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, untuk mengembalikan uang negara dinilai keliru. Meskipun permintaan tersebut dalam rangka memulihkan kerugian negara dari korupsi salah bayar dan markup proyek pembebasan lahan perluasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, PT Angkasa Pura I (Persero).
Praktisi hukum Andry Hidayat mengatakan permintaan uang kepada warga penerima ganti rugi lahan seharusnya tidak dilakukan karena status para warga bukan tersangka.
Karena bukan berstatus tersangka, lanjut Andry maka beban kerugian negara tidak harus diemban oleh mereka. “Apa dasar pengembalian kerugian negara harus dilakukan oleh warga penerima ganti rugi lahan? Apakah putusan hakim? Kalau bukan, tentu tidak boleh dilakukan,” tukas Andry yang ditemui disela-sela aktivitas nya di Pengadilan Tipikor Makassar, Rabu (08/11/2017)
Menurut Andry, meski menerima ganti rugi lahan dari PT Angkasa Pura, namun penerimaan uang itu ada dasar hukumnya, yakni mereka adalah warga yang memiliki lahan dan diberikan ganti rugi atas kepemilikan tersebut.
Oleh sebab itu, penarikan uang yang dianggap kerugian negara tidak boleh dilakukan terhadap mereka. Kejati Sulsel juga tidak boleh serampangan dalam mencari dan menarik uang kerugian negara dalam kasus ini.
“Yang mengembalikan kerugian negara adalah mereka yang telah ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa ataupun terpidana. Mereka kan yang dianggap dan dinyatakan bersalah, nah harus dong bertanggung jawab. Kenapa lalu warga juga ikutan terbebani padahal statusnya bukan tersangka,” urai Andry panjang lebar.
Informasi yang dihimpun, Kejati Sulsel saat ini telah menerima sejumlah uang yang disetorkan oleh warga yang diduga sebagai kerugian negara. Selain itu, hingga saat ini Kejaksaan juga telah menyita sejumlah aset dan harta benda dari terdakwa serta terpidana yang telah ditetapkan. Nilai aset yang telah disita itu sebesar Rp27 miliar lebih, namun tetap masih jauh dari nilai kerugian negara Rp318 miliar lebih.